Senin, 17 September 2012

PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAAN KURIKULUM DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS menetapkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang brdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam penjelasan, telah ditetapkan strategi pembaharuan pendidikan tentunya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Strategi tersebut meliputi: 1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; 2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; 3. Proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; 4. Evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan dan memberdayakan; 5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; 6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik; 7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; 8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; 9. Pelaksanaan wajib belajar; 10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; 11. Pemberdayaan peran masyarakat; 12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan 13. Pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Dengan tiga belas strategi tersebut jika konsisten pelaksanaannya sungguh merupakan upaya besar bangsa Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun, dalam makalah ini penulis hanya akan membahas pengembangan dan pelaksanaan kurikulum sebagai sarana peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. B. Rumusan masalah 1. Apa pengertian kurikuum itu sendiri ? 2. Bagaimana Mutu pendidikan di Indonesia ? 3. Bagaimana Kurikulum di Indonesia ? 4. Bagaimana Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum dalam peningkatan mutu pendidikan ? C. Tujuan 1. Mahasiswa dapat memahami pengertian kurikuum itu sendiri 2. Mahasiswa dapat mengetahui Mutu pendidikan di Indonesia 3. Mahasiswa dapat mengetahui Kurikulum di Indonesia 4. Mahasiswa dapat mengetahui Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum dalam peningkatan mutu pendidikan BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN KURIKULUM Istilah ”kurikulum” berasal dari bahasa latin, yakni ”curiculum” awalnya mempunyai pengertian ”a running course” dan dalam bahasa perancis yakni ”courier” berarti ”to run = berlari”. Istilah ini kemudian digunakan untuk sejumlah mata pelajaran ”(course)” yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar penghargaan, dalam dunia pendidikan yang dikenal dengan ijazah. Pengertian kurikulum menurut pandangan tradisional sebagaimana dukutip oleh Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi adalah :”kurikulum tidak lebih dari sekedar rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran itu harus ditempuh siswa di suatu sekolah itulah yang dinamakan kurikulum. Definisi kurikulum yang ditetepkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I ayat 19 yaitu: ”Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. B. MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA a. Mutu Pendidikan di Indonesia Dewasa ini semakin terasa adanya keluhan-keluhan yang menyatakan mundurnya mutu pendidikan di tanah air dan semakin terasa kurangnya lapangan kerja yang menampung lulusan pendidikan yang mengakibatkan semakin banyaknya pengangguran. Hal tersebut senada dengan pendapat Indratno (2007:vii), berbicara tentang sistem pendidikan Indonesia sebenarnya berbicara tentang karut marut permasalahan dari hulu sampai hilir. Dunia pendidikan kita tidak segera beranjak membaik, bahkan semakin memprihatinkan. Sekolah ambruk, gedung rusak, minimnya sarana pendidikan, minimnya gaji guru, lulusan yang tidak berkualitas, kurikulum yang tidak jelas orientasinya, diskriminasi dalam pendidikan, RUU BHP (Badan Hukum Pendidikan) dan sebagainya masih menjadi berita hangat di media massa. Pemerintah pun merespon, serta mencari solusinya dengan mengeluarkan berbagai kebijakan, misalnya dengan meluncurkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi, manajemen yang berbasis sekolah, otonomi sekolah, dan sebagainya. Namun, seringkali kebijakan tersebut justru semakin membuat runyam dan menjauhkan diri dari maksud baik untuk mencari solusi perbaikan. Berdasarkan uraian di atas, maka menurut penulis pemerintah perlu segera mengambil tindakan aktif sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, agar masyarakat Indonesia tumbuh menjadi masyarakat yang berbudaya, berkembang sesuai dengan perkembangan IPTEK, dan siap menyongsong globalisasi. b. Solusi Perbaikan untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia. Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Cara-cara tersebut antara lain: 1. Sistem pendidikan disesuaikan dengan pasar kerja yang tersedia saat ini. 2. Sistem pendidikan disusun dengan tujuan untuk memenuhi lapangan kerja. 3. Sistem pendidikan disusun dengan menyesuaikan perkembangan ilmu-ilmu baru,m embina progam pendidikan dan mengembangkan teknologi. C. KURIKULUM DI INDONESIA Kurikulum adalah konten atau isi pelajaran yang akan diajarkan atau dipelajari peserta didik (Ansyar, 1989). Sedangkan Pasal 1 butir 9 UUSPN menyebutkan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar mengajar.” Pasal 27 UUSPN menyebutkan bahwa: “Kurikulum disusun untuk tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.” Menurut Tambunan dalam buku “Kurikulum untuk Abad ke-21” (1994:332) kurikulum mempunyai komponen, antaralain: (1) tujuan, (2) isi, (3) Metode atau teknik menyampaikan dalam proses belajar mengajar, dan (4) evaluasi program kurikulum itu. Sedangkan landasan-landasan kurikulum adalah: (1) filosofis (pancasila), (2) psikologis, (3) sosiologis/kemasyarakatan, (4) organisasi kurikulum itu sendiri, yang menurut pasal 38 perlu disesuaikan dengan situasi dan keadaan lingkungan setempat dan nasional. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang akan diajarkan atau dipelajari oleh peserta didik, yang mempunyai komponen-komponen dan landasan-landasan tertentu. Sedangkan kurikulum di Indonesia mempunyai karakteristik dan tujuan yang berbeda pada setiap jenjang pendidikan. Perbedaan itu antara lain: 1. Pendidikan dasar di Indonesia bertujuan untuk mencapai tujuan kemasyarakatan (social reconstruction/social adaptation) dan akademik. 2. Pendidikan menegah di Indonesia bertujuan mencapai tujuan kemasyarakatan dan akademik atau vocasional. 3. Pendidikan tinggi di Indonesia bertujuan mencapai tujuan kemasyarakatan dan akademik. D. PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAAN KURIKULUM DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek kehidupan dan factor-faktor yang mempengaruhinya, mulai dari pemikiran sampai pada pelaksanaannya, agar kurikulum itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik. Pengembangan kurikulum dimulai dengan suatu proses perencanaan, yaitu menetapkan berbagai kebutuhan, mengadakan identifikasi tujuan dan sasaran, menyusun periapan dan pelaksanaan penyajian yang sesuai dengan segala persyaratan kebudayaan, sosial, dan pribadi. Oleh karena itu, perencanaan kurikulum harus disertai dengan analisis yang bertalian dengan berbagai akibat pendekatan-pendekatan yang dilakukan sebelum penyajian tersebut dilaksanakan. Dalam perencanaan kurikulum, terjadi suatu proses pengembangan misi berdasarkan nilai-nilai pengembangan kebijakan; menetapkan tujuan, sasaran dan standar; memilih aktivitas belajar; menjamin implementasi yang tepat, mengadakan peninjauan kembali dan siap melakukan revisi bila ternyata terjadi kesalahan. Pengembangan kurikulum di Indonesia telah terjadi berkali-kali. Hal ini bertujuan agar kurikulum yang digunakan pada sekolah-sekolah mampu menghasilkan produk pendidikan yang unggul, menguasai IPTEK, berdasarkan IMTAK, dan siap bersaing dengan dunia luar. Pengembangan kurikulum yang pertama terjadi pada tahun 1994, yaitu munculnya kurikulum 1994 yang merupakan hasil penyesuaian kurikulm 1984. Pada masa itu terjadi penyederhanaan kurikulum. Penyederhanaan dilakukan pada jumlah mata pelajaran, bahasa yang sederhana (mudah dipahami guru) dan istilah baku (sesuai dengan format perundang-undangan) dan format GBPP (Karyadi dalam buku “Kurikulum untuk Abad ke-21”, 1994:60). Selanjutnya dilakukan pengembangan lagi yaitu kurikulum 1994 dikembangkan menjadi kurikulum 2004 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memfokuskan pada kompetensi tertentu, berupa paduan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi memungkinkan para guru menilai hasil belajar peserta didik dalam proses pencapaian sarana belajar, yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari (Mulyasa, 2004:61). Depdiknas (2002) melukiskan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi sebagai berikut: Setelah KBK dilaksanakan, ternyata tantangan dunia pendidikan belum terjawab semua. Oleh karena itu, pemerintah menyempurnakan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP sangat meluaskan partisipasi kretaif guru, pengelola sekolah, dan murid dalam proses belajar mengajar berdasarkan suatu rumusan kompetensi yang telah ditetapkan. KTSP dimaksudkan agar kurikulum dapat disesuaikan dengan kemampuan sekolah, sehingga dapat meminimalisasikan kendalan dalam proses KBM. Berdasarkan uraian di atas, maka ada pengaruh yang sangat kuat antara penyusunan kurikulum dengan mutu pendidikan. Maka dari itu, hendaknya pemerintah sangat berhati-hati dan mempertibangkan berbagai aspek dalam penyusunan kurikulum agar mutu pendidikan terus meningkat sesuai dengan arus globalisasi. BAB III PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian pada pembahasan maka simpulan yang dapat dipaparkan dalam makalah ini adalah : 1. Mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, dan kurangnya lapangan pekerjaan yang menampung lulusan pendidikan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran. 2. Pengembangan dan pelaksanaan pendidikan nasional harus disesuaikan dengan pasar kerja, memenuhi lapangan kerja, dan sesuai dengan perkembangan IPTEK. 3. Untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan mengembangkan kurikulum. 4. Di Indonesia telah terjadi beberpa kali pengembangan kurikulum, diantaranya kurikulum 1984 dikembangkan menjadi kurikulum 1994, kemudian dikembangkan lagi mejadi kurikulum 2004 (KB), dan disemprnakan pada kurikulum 2006 (KTSP) yang sedang dilaksanakan sekarang ini.

PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAAN KURIKULUM DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar belakang
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS menetapkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang brdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam penjelasan, telah ditetapkan strategi pembaharuan pendidikan tentunya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Strategi tersebut meliputi: 1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; 2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; 3. Proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; 4. Evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan dan memberdayakan; 5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; 6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik; 7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; 8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; 9. Pelaksanaan wajib belajar; 10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; 11. Pemberdayaan peran masyarakat; 12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan 13. Pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional.
Dengan tiga belas strategi tersebut jika konsisten pelaksanaannya sungguh merupakan upaya besar bangsa Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun, dalam makalah ini penulis hanya akan membahas pengembangan dan pelaksanaan kurikulum sebagai sarana peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

B.    Rumusan masalah
1.      Apa pengertian kurikuum itu sendiri ?
2.       Bagaimana Mutu pendidikan di Indonesia ?
3.      Bagaimana Kurikulum di Indonesia ?
4.      Bagaimana Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum dalam peningkatan mutu pendidikan ?

C.   Tujuan
1.       Mahasiswa dapat memahami pengertian kurikuum itu sendiri
2.       Mahasiswa dapat mengetahui Mutu pendidikan di Indonesia
3.      Mahasiswa dapat mengetahui Kurikulum di Indonesia
4.      Mahasiswa dapat mengetahui Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum dalam peningkatan mutu pendidikan








BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KURIKULUM
Istilah ”kurikulum” berasal dari bahasa latin, yakni ”curiculum” awalnya mempunyai pengertian ”a running course” dan dalam bahasa perancis yakni ”courier” berarti ”to run = berlari”. Istilah ini kemudian digunakan untuk sejumlah mata pelajaran ”(course)” yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar penghargaan, dalam dunia pendidikan yang dikenal dengan ijazah.
Pengertian kurikulum menurut pandangan tradisional sebagaimana dukutip oleh Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi adalah :”kurikulum tidak lebih dari sekedar rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran itu harus ditempuh siswa di suatu sekolah itulah yang dinamakan kurikulum.
Definisi kurikulum yang ditetepkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I ayat 19 yaitu: ”Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.




B.     MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA
a.      Mutu Pendidikan di Indonesia
Dewasa ini semakin terasa adanya keluhan-keluhan yang menyatakan mundurnya mutu pendidikan di tanah air dan semakin terasa kurangnya lapangan kerja yang menampung lulusan pendidikan yang mengakibatkan semakin banyaknya pengangguran.
Hal tersebut senada dengan pendapat Indratno (2007:vii), berbicara tentang sistem pendidikan Indonesia sebenarnya berbicara tentang karut marut permasalahan dari hulu sampai hilir. Dunia pendidikan kita tidak segera beranjak membaik, bahkan semakin memprihatinkan. Sekolah ambruk, gedung rusak, minimnya sarana pendidikan, minimnya gaji guru, lulusan yang tidak berkualitas, kurikulum yang tidak jelas orientasinya, diskriminasi dalam pendidikan, RUU BHP (Badan Hukum Pendidikan) dan sebagainya masih menjadi berita hangat di media massa. Pemerintah pun merespon, serta mencari solusinya dengan mengeluarkan berbagai kebijakan, misalnya dengan meluncurkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi, manajemen yang berbasis sekolah, otonomi sekolah, dan sebagainya. Namun, seringkali kebijakan tersebut justru semakin membuat runyam dan menjauhkan diri dari maksud baik untuk mencari solusi perbaikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka menurut penulis pemerintah perlu segera mengambil tindakan aktif sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, agar masyarakat Indonesia tumbuh menjadi masyarakat yang berbudaya, berkembang sesuai dengan perkembangan IPTEK, dan siap menyongsong globalisasi.
b.      Solusi Perbaikan untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia.
Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Cara-cara tersebut antara lain:
1.      Sistem pendidikan disesuaikan dengan pasar kerja yang tersedia saat ini.
2.      Sistem pendidikan disusun dengan tujuan untuk memenuhi lapangan kerja.
3.      Sistem pendidikan disusun dengan menyesuaikan perkembangan ilmu-ilmu baru,m embina progam pendidikan dan mengembangkan teknologi.

C.    KURIKULUM DI INDONESIA
Kurikulum adalah konten atau isi pelajaran yang akan diajarkan atau dipelajari peserta didik (Ansyar, 1989). Sedangkan Pasal 1 butir 9 UUSPN menyebutkan bahwa:
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan belajar mengajar.”
Pasal 27 UUSPN menyebutkan bahwa: “Kurikulum disusun untuk tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.”
Menurut Tambunan dalam buku “Kurikulum untuk Abad ke-21” (1994:332) kurikulum mempunyai komponen, antaralain: (1) tujuan, (2) isi, (3) Metode atau teknik menyampaikan dalam proses belajar mengajar, dan (4) evaluasi program kurikulum itu. Sedangkan landasan-landasan kurikulum adalah: (1) filosofis (pancasila), (2) psikologis, (3) sosiologis/kemasyarakatan, (4) organisasi kurikulum itu sendiri, yang menurut pasal 38 perlu disesuaikan dengan situasi dan keadaan lingkungan setempat dan nasional.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang akan diajarkan atau dipelajari oleh peserta didik, yang mempunyai komponen-komponen dan landasan-landasan tertentu.
Sedangkan kurikulum di Indonesia mempunyai karakteristik dan tujuan yang berbeda pada setiap jenjang pendidikan. Perbedaan itu antara lain:
1.      Pendidikan dasar di Indonesia bertujuan untuk mencapai tujuan kemasyarakatan (social reconstruction/social adaptation) dan akademik.
2.      Pendidikan menegah di Indonesia bertujuan mencapai tujuan kemasyarakatan dan akademik atau vocasional.
3.      Pendidikan tinggi di Indonesia bertujuan mencapai tujuan kemasyarakatan dan akademik.

D.    PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAAN KURIKULUM DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek kehidupan dan factor-faktor yang mempengaruhinya, mulai dari pemikiran sampai pada pelaksanaannya, agar kurikulum itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik.
Pengembangan kurikulum dimulai dengan suatu proses perencanaan, yaitu menetapkan berbagai kebutuhan, mengadakan identifikasi tujuan dan sasaran, menyusun periapan dan pelaksanaan penyajian yang sesuai dengan segala persyaratan kebudayaan, sosial, dan pribadi. Oleh karena itu, perencanaan kurikulum harus disertai dengan analisis yang bertalian dengan berbagai akibat pendekatan-pendekatan yang dilakukan sebelum penyajian tersebut dilaksanakan. Dalam perencanaan kurikulum, terjadi suatu proses pengembangan misi berdasarkan nilai-nilai pengembangan kebijakan; menetapkan tujuan, sasaran dan standar; memilih aktivitas belajar; menjamin implementasi yang tepat, mengadakan peninjauan kembali dan siap melakukan revisi bila ternyata terjadi kesalahan.
Pengembangan kurikulum di Indonesia telah terjadi berkali-kali. Hal ini bertujuan agar kurikulum yang digunakan pada sekolah-sekolah mampu menghasilkan produk pendidikan yang unggul, menguasai IPTEK, berdasarkan IMTAK, dan siap bersaing dengan dunia luar.
Pengembangan kurikulum yang pertama terjadi pada tahun 1994, yaitu munculnya kurikulum 1994 yang merupakan hasil penyesuaian kurikulm 1984. Pada masa itu terjadi penyederhanaan kurikulum. Penyederhanaan dilakukan pada jumlah mata pelajaran, bahasa yang sederhana (mudah dipahami guru) dan istilah baku (sesuai dengan format perundang-undangan) dan format GBPP (Karyadi dalam buku “Kurikulum untuk Abad ke-21”, 1994:60).
Selanjutnya dilakukan pengembangan lagi yaitu kurikulum 1994 dikembangkan menjadi kurikulum 2004 yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memfokuskan pada kompetensi tertentu, berupa paduan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi memungkinkan para guru menilai hasil belajar peserta didik dalam proses pencapaian sarana belajar, yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari (Mulyasa, 2004:61).
Depdiknas (2002) melukiskan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi sebagai berikut:
Setelah KBK dilaksanakan, ternyata tantangan dunia pendidikan belum terjawab semua. Oleh karena itu, pemerintah menyempurnakan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP sangat meluaskan partisipasi kretaif guru, pengelola sekolah, dan murid dalam proses belajar mengajar berdasarkan suatu rumusan kompetensi yang telah ditetapkan. KTSP dimaksudkan agar kurikulum dapat disesuaikan dengan kemampuan sekolah, sehingga dapat meminimalisasikan kendalan dalam proses KBM.
Berdasarkan uraian di atas, maka ada pengaruh yang sangat kuat antara penyusunan kurikulum dengan mutu pendidikan. Maka dari itu, hendaknya pemerintah sangat berhati-hati dan mempertibangkan berbagai aspek dalam penyusunan kurikulum agar mutu pendidikan terus meningkat sesuai dengan arus globalisasi.

















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan maka simpulan yang dapat dipaparkan dalam makalah ini adalah :
1.      Mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, dan kurangnya lapangan pekerjaan yang menampung lulusan pendidikan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran.
2.      Pengembangan dan pelaksanaan pendidikan nasional harus disesuaikan dengan pasar kerja, memenuhi lapangan kerja, dan sesuai dengan perkembangan IPTEK.
3.      Untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan mengembangkan kurikulum.
4.      Di Indonesia telah terjadi beberpa kali pengembangan kurikulum, diantaranya kurikulum 1984 dikembangkan menjadi kurikulum 1994, kemudian dikembangkan lagi mejadi kurikulum 2004 (KB), dan disemprnakan pada kurikulum 2006 (KTSP) yang sedang dilaksanakan sekarang ini.

»»  Baca selanjutnya . . ..
asasment Teknik Tes dan Non Tes Pengantar Berbicara tentang instrumen yang digunakan untuk melakukan evaluasi atau evaluasi terhadap proses dan hasil belajar, secara umum ada dua macam yaitu tes dan non tes. Terkadang, orang-orang juga menggunakan istilah teknik, sehingga ada teknik tes dan teknik non tes. Dengan teknik tes, evaluasi dilakukan dengan menguji peserta didik. Sementara dengan menggunakan teknik non tes evaluasi dilakukan tanpa menguji peserta didik. 1. Teknik Tes . A. Tes Essay Tes essay meminta siswa menjawab secara bebas. Tes essay ini digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif tingkat tinggi. Misalnya ketrampilan menganalisa hasil reaksi kimia. Dalam tes ini, pertanyaan dan jawabannya disampaikan secara tertulis. Siswa dituntut untuk menyusun jawaban dengan kata-katanya sendiri, dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari pengalaman dan pengetahuan mereka. Tes essay adalah bentuk tes berupa soal-soal yang masing-masing mengandung permasalahan dan menuntut penguaraian sebagai jawabannya. Materi tes yang dipilih adalah materi yang sekiranya cocok untuk tes essay. Tes ini dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Tes uraian jawaban singkat yaitu tes yang meminta jawaban panjangnya sekitar satu dua kalimat. Contoh:  Berupa pertanyaan: Apakah arti globalisasi? Apa pengaruh negatif globalisasi bagi bangsa ndonesia?  Bentuk perintah: Jelaskan perbedaan pengertian desa dan kelurahan! Sebutkan tiga pengaruh positif globalisasi! 2. Tes uraian jawaban luas/panjang. Pada tes ini terdapat sejumlah kemungkinan jawaban yang benar, termasuk kemungkinan munculnya jawaban yang semula tidak diduga. Contoh:  Pertanyaan: Mengapa globalisasi tidak bisa dihindari oleh suatu bangsa?  Perintah: Jelaskan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan penghijauan di Indonesia! 1. Kekuatan Tes Essay  Tes ini baik untuk mengukur kemampuan: membandingkan, merangkum, membedakan, menggambarkan dan menilai.  Dapat mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat.  Dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif.  Tidak bisa menebak jawaban  Relatif mudah menyusunnya 2. Kelemahan:  Pemberian skoring kurang obyektif  Nilai reliabilitas rendah  Ada pengaruh subyektif  Pokok bahasan yang diujikan terbatas  Dalam mengerjakan tiap butir soal memerlukan waktu yang cukup lama B. Tes Obyektif Tes obyektif terdiri dari pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang harus dijawab atau dipilih dari beberapa alternatif jawaban dengan cara menulisnya, atau mengisi jawaban pendek tanpa menguraikan. Tes ini disebut obyektif karena skor yang diberikan relatif tidak dipengaruhi oleh faktor subyektif penilai. Bentuk-bentuk tes obyektif: 1. Tes Isian (Completion Test) Dalam tes ini, mahasiswa dituntut untuk menyempurnakan suatu pikiran/gagasan yang dinyatakan dalam struktur kalimat tertentu dengan jalan mengisi satu kata atau lebih. Bentuk-bentuk soal tes isian: Contoh: Benda logam penghantar listrik yang paling baik adalah .... Kekuatan bentuk tes isian ini adalah:  Baik untuk menilai kemampuan mengingat  Untuk menilai pengetahuan siswa tentang istilah.  Tidak akan terjadi jebakan jawaban. Kelemahan:  Skoring tidak benar-benar obyektif  Sering membingungkan siswa.  Pengukuran terbatas pada recall (mengingat kembali). Saran-saran penyusunan:  Rumusan soal hendaknya jelas dan pasti maknanya.  Pertanyaan harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga hanya ada satu jawaban yang benar.  Pertanyaan harus dirumuskan secara langsung.  Dalam pertanyaan jangan terlalu banyak kata yang dihilangkan. 2. Tes Salah-Benar (True False Test) Dalam tes ini siswa diperhadapkan dengan pernyataan-pernyataan dan dituntut untuk menyatakan mana yang benar dan mana yang salah dengan cara-cara tertentu. Tes salah benar dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu: a. Soal tes salah benar biasa. Siswa dituntut untuk menjawab salah atau benar saja. b. Soal tes salah benar yang dikembangkan. Di sini siswa dituntut untuk memberi jawaban benar/salah beserta alasannya. Kekuatan:  Baik untuk mengukur recall.  Dapat mencakup bahan yang luas.  Mudah untuk skoring dan mudah menyusunnya.  Waktu yang digunakan untuk mengerjakan soal tidak lama.  Instruksi mudah difahami. Kelemahan:  Ada kemungkinan terjadinya tebakan.  Untuk mengukur hal-hal yang teksbook dan hanya mengukur proses mental yang tidak begitu tinggi. Saran-saran penyusunan:  Hindarilah penggunaan bentuk kalimat atau ungkapan seperti yang terdapat pada buku teks/bacaan.  Hindari penggunaan kalimat yang luas dan umum.  Usahakan jumlah soal yang benar dan yang salah seimbang.  Hindarilah jebakan dalam soal kecuali kalau memang kata yang ditulis keliru itu memang yang hendak diukur. 3. Tes Menjodohkan (Matching Test) Tes menjodohkan adalah bentuk tes menjodohkan yang mencakup 2 kolom yang sejajar, dimana setiap kata, jumlah atau simbul-simbul di satu kolom dijodohkan dengan kata, kalimat di kolom yang lain. Soal-soal yang ada di kolom yang harus dicari jodohnya disebut premise yaitu pokok persoalan yang berfungsi untuk membentuk kerangka berfikir lebih khusus sempit dan terbatas dan butir-butir yang berada di kolom yang merupakan pilihan disebut alternatif yaitu jawaban-jawaban yang dapat dipilih sesuai dengan persoalan atau yang menjadi jodoh yang sesuai. Kekuatan tes menjodohkan:  Baik untuk mengukur kesanggupan siswa dalam memberikan informasi tentang fakta.  Penyusunan soal lebih mudah.  Jawaban obyektif dan skoring mudah. Kelemahan:  Lebih banyak menitikberatkan kepada fakta daripada pengertian.  Lebih banyak menitikberatkan kepada kesanggupan menyusun fakta daripada menerapkan prinsip. Saran-saran penyusunan:  Hindarilah penggunaan bentuk kalimat atau ungkapan seperti yang terdapat pada buku teks.  Bentuk tes terdiri dari sederetan pertanyaan dan sederetan jawaban yang jumlahnya lebih banyak jawabannya.  Baik pertanyaan maupun jawaban homogen terdapat pada satu halaman.  Tiap satu pertanyaan hanya ada satu jawaban yang benar. 4.Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test) Diantara tes obyektif, tes pilihan ganda dengan beberapa variasinya adalah bentuk tes yang terbaik, meskipun tidak lepas dari beberapa kelemahan. Dalam tes pilihan ganda ini menuntut mahasiswa untuk memilih satu alternatif jawaban yang paling tepat di antara beberapa alternatif jawaban yang tersedia. Struktur Soal: Struktur soal pilihan ganda bentuk biasa tiga pilihan, empat pilihan maupun lima pilihan, dan juga bentuk analisis diagram, asosiasi pilihan ganda serta analisis kasus terbagi dalam dua bagian yaitu pokok soal (STEM) dan pilihan (OPTION). Stem adalah suatu pernyataan atau pertanyaan yang mengungkapkan secara diskriptif permasalahan yang akan ditanyakan. Sedangkan option berfungsi sebagai alternatif jawaban. Alternatif jawaban yang tepat atau yang paling cocok disebut KUNCI (KEY) dan sisanya merupakan penjebak atau mengecoh (DISTRACTORS). Analisis hubungan antar hal (relationship analysis) Soal dalam bentuk ini terdiri atas 2 pernyataan, pertama harus dicari dahulu apakah kedua pernyataan itu benar, kedua apabila diyakini bahwa kedua pernyataan itu benar, selidiki apakah ada hubungan sebab akibatnya. Contoh: Petunjuk Pada soal-soal berikut ini pilihlah: A. Jika pernyataan betul, alasan betul dan keduanya menunjukkan hubungan sebab akibat. B. Jika pernyataan betul, alasan betul, tetapi keduanya tidak menunjukkan hubungan sebab akibat. C. Jika salah satu dari kedua pernyataan itu salah. D. Jika kedua pernyataan itu salah. Analisis Diagram (Diagram Analysis) Bentuk soal yang dipakai ialah bentuk melengkapi 5 pilihan, tetapi dengan masalah yang khusus yaitu diagram dan grafik. Asosiasi Pilihan Ganda (Multiple Association) Bentuknya hampir sama dengan bentuk melengkapi 4 atau 5 pilihan, yang membedakannya hanyalah dalam bentuk asosiasi pilihan ini kemungkinan jawaban yang benar lebih dari satu. Contoh: Petunjuk Untuk soal-soal berikut ini, pilihlah: A. Jika (1), (2) dan (3) betul B. Jika (1) dan (3) betul C. Jika (2) dan (4) betul D. Jika hanya (4) saja yang betul Analisis Kasus (Case History Analysis) Soal dalam bentuk ini merupakan simulasi keadaan nyata, sehingga mahasiswa seakan-akan menghadapi keadaan sebenarnya. Contoh: Petunjuk Untuk soal-soal berikut ini disediakan suatu teks yang harus difahami secara cermat, kemudian menyusun soal-soal yang memasalahkan hal-hal yang berhubungan dengan isi teks. Pilihlah satu jawaban yang paling tepat pada soal-soal yang mengiringi teks. Apabila kita perhatikan tumbuhan yang kita tanam di bawah pohon yang rindang, tumbuhnya kurang subur bila dibandingkan dengan tumbuhan yang kita tanam pada tempa yang cukup sinar matahari. Mengapa hal itu terjadi? A. Zat makanan dalam tanah banyak digunakan oleh pohon yang rindang tersebut. B. Sinar matahari membantu pembuatan makanan melalui fotosintesa. C. Sinar matahari mempercepat proses tumbuh. D. Kadar air yang berlebih di dalam tanah akan menghambat dalam pertumbuhan. Kekuatan tes pilihan ganda:  Dapat untuk meneliti secara efektif kemampuan siswa membuat tafsiran, melakukan pemilihan, mendiskriminasikan, menentukan pendapat-pendapatnya, menarik kesimpulan.  Cara penilaian mudah, cepat dan obyektif.  Dapat mengukur berbagai macam tujuan pengajaran dan proses mental yang tinggi.  Mencakup seluruh bahan. Kelemahan:  Sulit menyusunnya dan memerlukan banyak waktu.  Tidak dapat dipergunakan untuk mengukur kecakapan mahasiswa dalam mengorganisasikan bahan. Saran-saran penyusunan:  Hindarilah penggunaan bentuk kalimat atau ungkapan seperti yang ada dalam teks.  Susunan alternatif jawaban serupa atau teratur susunannya.  Masalah yang dikemukakan dalam stem hendaknya diungkapkan dengan kalimat dan gaya bahasa yang wajar, hindari kata-kata yang bersifat menjebak.  Usahakan supaya kunci jawaban mirip dengan alternatif jawaban lainnya.  Sedapatmungkin hindari penggunaan kalimat negatif, lebih-lebih negatif ganda. c. Penilaian Unjuk Kerja Penilaian Kinerja (Performance assessment atau performance-based assessment) merupakan jenis penilaian yang memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mendemonstrasikan pemahaman mereka dan menggunakan pengetahuan, dan keterampilan yang mereka miliki dalam berbagai konteks. Penilaian performa menuntut para siswa untuk menghasilkan sesuatu ketimbang memilih suatu respon atau jawaban. Jenis penilaian performa ini menghasilkan suatu produk yang dapat diamati. Langkah-langkah Implementasi Penilaian Kinerja Dalam menerapkan apenilaian kinerja perlu memperhatikan beberapa tahapan berikut:  Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir yang terbaik;  Tuliskan perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir yang terbaik;  Usahakan untuk membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak sehingga semua kriteria tersebut dapat diobservasi selama siswa melaksanakan tugas;  Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan kemampuan siswa yang harus dapat diamati (observable) atau karakteristik produk yang dihasilkan;  Urutkan kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang dapat diamati dalam bentuk rubrik penilaian;  Kalau ada, periksa kembali dan bandingkan dengan kriteria kemampuan yang sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain di lapangan. Rubrik dengan skala penilaian (rating scale) Jika guru mengembangkan rubrik skala penilaian, maka guru menunjukkan beberapa derajat standar yang telah dicapai. Berikut diberikan contoh penggunaan skala penilaian untuk menilai keterampilan siswa dengan menggunakan rubrik. Tugas: Ukurlah volume air sebanyak 100 ml menggunakan gelas ukur! Panduan untuk melatih siswa dan penilaian kinerja mengukur volume air menggunakan gelas ukur. No Aspek yang dinilai Skor 4 3 2 1 0 1 Gelas ukur diletakkan di atas tempat yang datar, skala menghadap pengamat 2 Menuang air ke dalam gelas ukur sampai hampir mencapai 100 ml, penuangan dihentikan 3 Volume air ditambah setetes demi setetes menggunakan pipet sampai mencapai 100 ml 4 Permukaan air didalam gelas dibaca dengan posisi sejajar mata 5 Hasil pengukuran dicatat dengan benar Berilah skor: 4 bila aspek tersebut dilakukan dengan benar dan cepat 3 bila aspek tersebut dilakukan dengan benar tapi lama 2 bila aspek tersebut dilakukan selesai tapi salah 1 bila dilakukan tapi tidak selesai (0 bila tidak ada usaha sama sekali) 2. Teknik Non Tes a. Pengamatan atau Observasi  Dilakukan untuk mengkaji perilaku kelas, interaksi antara siswa dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati (observable) lainnya, terutama keterampilan/kecakapan sosial (social skills).  Hasilnya biasanya berupa jumlah dan sifat dari masalah perilaku di kelas, yang sering disajikan dalam bentuk grafik. Tentunya Anda setuju bahwa bagaimanapun juga informasi yang kita peroleh mengenai proses belajar siswa tidak sempurna. Ada keterbatasan dari informasi yang diberikan siswa melalui tes, komposisi, proyek, maupun portofolio yang dikerjakan siswa. Memang, jawaban yang diberikan siswa pada suatu tes maupun tugas-tugas lainnya dapat memberikan informasi kepada Anda sebagai guru apakah jawaban yang dibuat siswa benar atau tidak. Namun demikian, jawaban siswa tersebut tidak memberi informasi apa-apa mengenai sikap, bagaimana mereka melakukan penalaran, seperti apakah komitmen mereka terhadap keberhasilan teman sekelasnya atau sejauh mana mereka dapat bekerja secara kolektif dengan teman-temannya. Membuat catatan anekdot  Observasi kelas merupakan sumber informasi yang penting di dalam evaluasi. Agar mudah mengamati dan mencatat apa yang terjadi di dalam kelas guru bisa menggunakan selembar kertas yang cukup lebar dan selanjutnya menuliskan nama-nama siwa yang diletakkan dalam kotak-kotak yang telah dibuat sebelumnya.  Lembar observasi seperti itu memiliki sejumlah kelebihan, antara lain membantu guru untuk mengetahui apakah yang terjadi di kelas untuk masing-masing siswa sudah tercatat dengan baik. Dengan demikian kotak yang berisi nama-nama siswa bisa terus diisi dengan catatan baru dan guru pun bisa membagi perhatiannya pada kotak-kotak yang belum terisi secara optimal yang berarti ada aspek-aspek dari kegiatan siswa tertentu yang belum tercatat. Selain itu, ruangan tempat mencatat yang terbatas harus menjadi pertimbangan sehingga catatan yang sifatnya ringkas dan teratur lebih diutamakan. b. Interviews (interviu)  Dipergunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mudah diakses dengan cara lain.  Melakukan evaluasi dengan cara melakukan interviu tidak bisa lepas dari proses mengobservasi siswa yang sedang melakukan proses pembelajaran (in action) Bahkan keduanya terkait erat. Seperti halnya mengobservasi, dengan menginterviu siswa Anda dapat mengungkap apa yang tidak tampak. Oleh karena itu pertanyaan yang diajukan sebaiknya semakin lama semakin mendetil terkait dengan proses dan strategi penalaran yang digunakan.  Kelebihan interviu adalah sifatnya yang personal dan fleksibel sehingga sangat memungkinkan Anda sebagai guru membangun hubungan yang positif, saling percaya, dan saling mendukung dengan setiap siswa tanpa terikat dengan waktu. Artinya, Anda dapat mengajukan sejumlah pertanyaan baik kepada seorang siswa ataupun sejumlah siswa sebelum, selama, dan setelah pelajaran baik untuk tujuan evaluasi maupun untuk tujuan pembelajaran.  Berikut beberapa pedoman langkah melakukan interview kepada siswa. - Rencanakan pertanyaan, baik dari sisi kata-kata yang dipilih maupun cara bertanya, sehingga hubungan Anda sebagai guru dengan peserta didik menjadi lebih baik. - Atur pertanyaan Anda sedemikian rupa sehingga tidak membuat siswa bersikap defensif dan Anda pun bisa memperoleh banyak informasi yang bermanfaat sesuai dengan tujuan dilakukannya interviu. - Mulailah interviu dengan pertanyaan yang sederhana dan santai. Simpan pertanyaan yang lebih kompleks dan bersifat ‘menyerang’ di akhir interviu. - Mulailah dari pertanyaan yang umum menuju pertanyaan yang khusus. - Buatlah isyarat non verbal yang sangat berguna untuk memancing siswa agar bersedia memberikan jawaban lengkap/tuntas. - Bersikaplah tenang. Siswa membutuhkan pendengar yang baik. - Berilah cukup waktu kepada siswa untuk merumuskan apa yang dipikirkannya dan apa yang akan dikatakannya. c. Angket  Dipergunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mudah diakses dengan cara lain.  Hasilnya berupa data deskriptif.  Biasanya berupa angket minat dan sikap Seluruh proses pembelajaran memiliki komponen afektif yang sangat penting perannya bagi anak. Mendapat nilai 100 untuk pelajaran tertentu bagi anak misalnya, tidak begitu bermakna bila dia membenci pelajaran tersebut atau bahkan tidak ingin lagi mempelajarinya. Oleh karena itu berbagai minat dan sikap anak perlu diketahui karena keberadaannya sangat menentukan di dalam proses pembelajaran. Beberapa langkah yang perlu Anda lakukan ketika melakukan evaluasi terhadap minat dan sikap siswa adalah: - memutuskan minat atau sikap-sikap yang hendak diukur atau dinilai. - menyusun angket atau kuesioner. - memilih ukuran standar (standardized measure) yang sesuai. - memberikan angket kepada siswa untuk diisi mendekati awal atau akhir dari tiap-tiap unit pembelajaran, atau bisa juga di sekitar awal atau akhir semester/tahun. - menganalisis dan mengelola data untuk umpan balik bagi para stakeholder yang berkepentingan. - memberikan umpan balik tepat waktu. - menggunakan hasil untuk membuat keputusan terkait dengan upaya memperbaiki program pembelajaran. d. Checklists dan Rating Scales  Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain.  Data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan. Checklists Setidaknya ada dua manfaat yang bisa Anda peroleh dengan adanya checklists. Pertama checklist dapat membantu Anda untuk mengingat-ingat apa yang harus diamati. Kedua, Anda juga dapat menggunakan checklist untuk memberi informasi kepada para stakeholder lainnya mengenai jenis-jenis perilaku yang diamati. Oleh karena itulah, membuat atau merumuskan sebuah checklist sebenarnya membantu Anda menentukan secara tepat perilaku apa saja yang menunjukkan pembelajaran yang berhasil untuk konteks tertentu. Namun demikian, yang harus diwaspadai adalah kemungkinan perilaku penting justru belum tercakup di dalam checklist yang Anda buat, sehingga Anda tidak boleh terbatasi oleh apa yang sudah tertulis pada checklist tersebut. Rating Scales Rating scales memiliki sejumlah kelebihan dan kelemahan seperti yang ada pada checklists. Metode ini dapat membuat guru semakin mudah dalam mencatat frekuensi atau kualitas perilaku tertentu. Namun sisi lain yang harus diwaspadai adalah bahwa rating dengan menggunakan angka mau tidak mau mengharuskan Anda melakukan penjumlahan antar perilaku, yang menghasilkan “skor” observasi. Hal semacam itu bisa dianggap sebagai sesuatu yang tidak bijak karena hal tersebut mensyaratkan bahwa daftar butir-butir pada skala itu bersifat menyeluruh dan masing-masing perilaku itu mempunyai nilai yang setara. Namun yang perlu dicatat bahwa checklists dan rating scales sangat baik digunakan untuk membuat penilaian kualitatif. Kedua cara pengumpulan tersebut bisa dikembangkan bersama dengan anak-anak yang akan kita nilai. e. Portofolio  Siswa menjabarkan tugas atau karyanya.  Memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari dan dicapai siswa Langkah-langkah : Langkah pertama: mempersiapkan penggunaan portofolio, yakni dengan cara:  Memutuskan jenis portofolio yang akan dipergunakan, apakah secara individu, secara individu dengan masukan dan bantuan dari kelompok cooperative learning, atau dibuat oleh siswa di dalam kelompok, sehingga hasilnya ada yang sifatnya individual atau sebagai anggota kelompok dan ada pula yang kelompok (cooperative base groups).  Mengidentifikasi maksud dan tujuan portofolio. Karena terdapat banyak macam portofolio, Anda sebagai guru harus memikirkan apakah portofolio itu nantinya diserahkan ke pihak guru dan sekolah, ataukah akan dijadikan pokok pembicaraan dalam diskusi/rapat antara guru dan administrator, atau untuk disimpan siswa? Atau, masih ada tujuan lain?  Menentukan kategori sampel kerja (skills, kompetensi, dan pengetahuan) seperti apakah yang harus didemonstrasikan siswa? Dan bagaimanakah bentuk tugasnya?  Meminta siswa untuk menyeleksi hal-hal yang akan dimasukkan ke dalam portofolio berdasarkan kriteria yang telah disepakati.  Menentukan bagaimana mengevaluasi portofolio, termasuk yang akan mengembangkan rubrik yang akan dipergunakan dalam melakukan evaluasi dan perlu disampaikan juga apakah siswa akan dilibatkan dalam hal ini. Langkah kedua: mengatur portofolio selama satu semester atau selama suatu pelajaran disajikan dengan cara-cara berikut.  Proses Portofolio : Guru menjelaskan kepada siswa kategori dari sampel kerja (work sample) yang akan ditulis atau dimasukkan ke dalam portofolio.  Rubrik : Guru atau pihak sekolah mengembangkan rubrik untuk menilai sampel kerja (work sample) yang dilakukan atau dikerjakan siswa.  Tugas : Siswa menyelesaikan tugas. Mereka diberitahu bahwa sebagian atau seluruh dari tugas itu akan dimasukkan ke dalam portofolio akhir. Semua tugas bisa disimpan di dalam sebuah “portofolio kerja” selama masa penskoran.  Evaluasi Diri : Siswa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap kualitas dan kuantitas kerja dan kemajuan dikaitkan dengan tujuan belajarnya. Langkah ketiga: mengatur dan menjalankan proses portofolio pada akhir masa penskoran.  Anda sebagai guru menentukan jumlah dan jenis produk yang akan dimasukkan ke dalam portofolio akhir.  Siswa memutuskan apa saja yang akan dimasukkan ke dalam portofolio mereka.  Siswa menggambarkan kemajuan yang telah dilakukan dalam mencapai tujuan belajar selama masa penskoran.  Kelompok cooperative learning menggambarkan kemajuan yang telah dicapainya selama masa penskoran.  Guru melakukan evaluasi sumatif. Dalam kesempatan ini guru memberikan nilai atau skor.  Konferensi, yang bisa dilakukan oleh:siswa dan guru, siswa dan kelompok cooperative learning, siswa (dan kelompok cooperative learning) dan orang tua (disertai guru), siswa dan pengunjung/tamu pada pameran portofolio. 3. Mengembangkan Alat Evaluasi Ranah Afektif Pada bagian ini akan dibahas mengenai cara mengembangkan alat evaluasi ranah afektif, khususnya pengembangan sikap. Obyek sikap yang dimaksudkan antara lain adalah: a) Sikap terhadap mata pelajaran Tes sikap terhadap mata pelajaran dapat diberikan pada awal atau akhir program agar siswa memiliki sikap yang lebih baik pada suatu mata pelajaran. Perlu dilakukan tindakan bila sebagian besar siswa bersikap negatif pada mata pelajaran tertentu b) Sikap positif terhadap belajar Siswa diharapkan memiliki sikap yang baik terhadap belajar. Siswa yang memiliki sikap positif terhadap belajar cenderung menjadi pembelajar pada masa depan. c) Sikap terhadap diri sendiri Meskipun harga diri siswa dipengaruhi oleh keluarga dan kejadian di luar sekolah, hal-hal yang terjadi di kelas diharapkan dapat meningkatkan harga diri siswa. d) Sikap positif terhadap perbedaan Siswa perlu mengembangkan sikap yang lebih toleran dan menerima perbedaan seperti etnik, jender, kebangsaan dan keagamaan. e) Sikap terhadap permasalahan faktual yang ada di sekitarnya Penilaian afektif juga dapat melihat fokus nilai semacam kejujuran, integritas, keadilan, dan nilai kebebasan. Fokus penilaian afektif dapat dikenakan terhadap permasalahan-permasalahan aktual di sekitar siswa. Pertanyaan yang berikutnya muncul adalah “Bagaimanakah tes pada domain afektif dilaksanakan?” Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi. Hasil observasi perilaku dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan. Perilaku adalah kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Pada tes ini biasanya digunakan dengan memanfaatkan skala likert. Langkahlangkah dalam menyusun skala likert antara lain adalah: (1) Memilih variabel afektif yang akan diukur; (2) Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang dimaksudkan; (3) Mengklasifikasikan pernyataan positif atau negatif; (4) Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi alternatif pilihan; (5) Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat penilaian; (6) Melakukan ujicoba; (7) Membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik; dan (8) Melaksanakan penilaian. Di bawah ini adalah satu contoh tes afektif yang mengases sikap siswa terhadap pelajaran sains. Contoh instrumen ranah afektif Obyek Sikap : Sikap terhadap Pelajaran IPA Petunjuk: 1. Pengisian skala ini tidak ada hubungannya dengan prestasi belajar, Tuliskan nama dan nomor absen! 2. Pilihlah dengan melingkari jawaban yang paling sesuai dengan pernyataan di bawah ini!
»»  Baca selanjutnya . . ..